Sabtu, 25 Februari 2012

Pentingnya Komunikasi Interpersonal bagi Desainer Grafis

Desain grafis merupakan profesi yang tidak hanya menuntut fokus, kreatifitas, dan intelektualitas yang tinggi, tapi juga harus komunikatif dan mampu menjembatani keinginan klien. Tidak jarang, banyak sekali desainer grafis yang bermasalah ketika berhadapan dengan konsumen yang membutuhkan jasanya. Padahal, seorang desainer dituntut mampu memberikan solusi serta edukasi terhadap klien terkait proses, cara kerja, serta tujuan sebuah rancangan grafis. Karena hal tersebut akan mempermudah pekerjaan serta memberikan efek domino bagi pemahaman masyarakat terhadap segala praktik yang terkait kedalam desain grafis.

Desainer haruslah memiliki kemampuan untuk berkomunikasi secara terarah dan bertujuan. Komunikasi tersebut disebut juga sebagai komunikasi interpersonal. Komunikasi interpersonal menurut Muhammad (2005,p.158-159) adalah proses pertukaran informasi diantara seseorang dengan paling kurang seorang lainnya atau biasanya di antara dua orang yang dapat langsung diketahui balikannya. Dari teori tersebut, kita dapat menarik kesimpulan bahwa, komunikasi interpersonal adalah suatu dialog yang dilakukan antar individu atau antar individu dengan kelompok dengan tujuan dan cara tertentu untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Berdasarkan teori di atas, komunikasi interpersonal memungkinkan seorang desainer untuk menjelaskan dan memberikan pemahaman tentang dunia visual kepada konsumen. Mengingat bahwa desain grafis masih tergolong kedalam jenis pekerjaan yang ekslusif dan tidak semua orang akan paham maksud yang dijelaskan oleh seorang perancang grafis.


Bagaimana cara memulai?

Menurut Devito(1997, p.259-264), Efektivitas Komunikasi Interpersonal dimulai dengan lima kualitas umum yang dipertimbangkan yaitu keterbukaan (openness), empati (empathy), sikap mendukung (supportiveness), sikap positif (positiveness), dan kesetaraan (equality).


1. Keterbukaan (Openness)

Berdialog atas azas kepercayaan dan kejujuran. Keterbukaan informasi dalam berkomunikasi antar individu sangat ditekankan. Hal tersebut memberikan dampak pada terbangunnya rasa saling percaya. Sehingga jika kepercayaan sudah terbentuk, maka kedua individu atau lebih yang sedang berdialog akan merasa nyaman.


2. Empati (empathy)

Henry Backrack (1976) mendefinisikan empati sebagai ”kemampuan seseorang untuk ‘mengetahui’ apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain itu, melalui kacamata orang lain itu.” Bersimpati, di pihak lain adalah merasakan bagi orang lain atau merasa ikut dalam topik yang sedang dibicarakan. Sedangkan berempati adalah merasakan sesuatu seperti orang yang mengalaminya, berada dalam perasaan yang sama seperti hanyut dalam setiap pembicaraan yang sedang dibicarakan. Jika empati diutamakan dalam setiap komunikasi, maka kedua komunikan akan saling memahami perasaan masing-masing dan komunikan akan tahu bagaimana harus memberikan respon terhadap perasaan tersebut. Perasaan-perasan yang diberikan itu dapat pula berupa pengalaman, harapan, tujuan, cita-cita serta keinginan. Empati dapat ditunjukkan melalui gerakan tubuh atau dengan cara mendengar dengan seksama dan hati-hati dalam merespon setiap pertanyaan atau pernyataan yang keluar dari komunikan. Dalam desain grafis, empati secara sederhana dapat digambarkan dalam sikap peduli seorang desainer grafis. Bagaimana dia bisa memahami kondisi, selera, dan harapan dari klien terhadap jasa yang ingin dipakainya.


3. Sikap mendukung (supportiveness)

Komunikasi yang terbuka dan empatik tidak terjadi dalam suasana yang tidak mendukung. Setiap komunikan harus memperlihatkan terlebih dahulu dukungannya terhadap apa yang dibicarakan. Sikap-sikap yang harus ditonjolkan seperti spontanitas, meng”iyakan” apa yang dikatakan dan tidak memberikan solusi terlebih dahulu jika tidak ditanyakan.


4. Sikap positif (positiveness)


Sikap dan pandangan positif merupakan elemen penting yang tidak dapat dilupakan. Karena sikap positif dapat memberikan energi baru bagi dua orang yang sedang berkomunikasi. Dan sikap positif menjaga atmosfer dialog yang sedang dibangun.


5. Kesetaraan (Equality)


Inilah hidup, tidak ada yang lebih dan tidak ada yang kurang. Semua pasti atas dasar keseimbangan. Ada yang kurang dan ada yang lebih. Jika salah satu kurang, maka di sisi lain lebih. Begitu juga, jika di satu sisi kurang, maka di sisi lain terdapat kelebihan. Oleh karena itu, setiap dialog yang sedang dibangun oleh dua manusia yang berbeda cara pandang, profesi, status sosial, keinginan, serta pengalaman haruslah memiliki rasa saling menghargai dan memahami akan setiap perbedaan. Jika sikap saling menghargai sudah terbentuk, maka setiap komunikan akan semakin mudah untuk menerima setiap perbedaan dalam dialog yang terjadi. Sehingga tujuan dari dialog tercapai secara terarah.

0 komentar:

Posting Komentar

Netpreneur Blog Indonesia

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More